Aku
benar-benar terjebak disini, mati kutu. Bukan, bukan ditempat yang gelap dan
banyak sarang laba-labanya. Tapi ditempat yang terang, nyaman, dan ditemani
ribuan kertas dan dokumen–ruang BK.
Justru
yang mengerikan itu adalah apa yang akan dan telah terjadi. Alasan aku berada
disini : benar-benar konyol! Sama sekali tidak sebanding dengan masalah yang
ditimbulkan. Satu perbuatan sederhana, menyebabkan puluhan kasus tak
terlupakan.
Memandang
guru BK membuatku tertekan, kulayangkan pandanganku menembus jendela.
Menerawang kearah sumber dari semua masalah ini.
Bosan,
mengantuk–itulah yang terjadi jika tidak terlaksana proses belajar mengajar di
kelas. Aku baru akan memejamkan mata ketika sebuah jari mencolek-colek bahuku
dan dengan semangat juang menunjuk kearah sebatang pohon jambu air yang sedang ramai
diperebutkan. Sebagai generasi pecinta buah lokal, jelas aku harus ambil bagian
dalam urusan ini :-p..
Pohon
jambu setinggi 3 meter dengan taburan buahnya yang tak ku tahu jumlahnya,
sangat menggoda. Makhluk-makhluk aneh bertebaran disetiap dahannya. Salah satu
makhluk–emm.. temanku bergumam sebal “aduh, jauh banget sih!”sambil
menggapai-gapai buah jambu incarannya.
“Pakai penjolok
lah..”saranku.
“Penjoloknya
mana?”teriaknya sebal. Tiba-tiba ada yang menyalakan bola lampu dikepalaku.
Berlebihan, ini ide yang sangat pasaran. Tanpa basa basi aku mengambil cutter
dari tas dan sapu dari balik pintu, mengikatnya dengan tali rafia yang
digunakan dipelajaran seni tadi.
Aku
bersiap akan menjolok ketika terdengar komentar-komentar seperti ‘ya ampun,
segitunya..’, ‘kreatif, kreatif..’ dan ‘parah lo ya!’. Tuli atas segala
komentar, aku mencari posisi yang tepat dan mulai menggesek perlahan tangkai
buah dengan cutter di ujung sapu.
Yap,
jatuh! Komentar terhenti ketika penonton sibuk memperebutkan buah, yang aku sendiri
belum sempat mencicipinya. Aku mencoba keberuntungan di dahan lain.
Teman-temanku berusaha menyemangati. Agak susah sebenarnya, karena banyak daun
dan ranting yang tersebar tak beraturan. Target ditemukan, aku mulai menggesek
bak pemain biola. Namun..
Belum
sempat tangkai lepas, malah menyangkut ditengah-tengahnya. Walau ku geser
keatas, kebawah, kanan, kiri–tak mempan! Ku tarik, buahnya jatuh tapi cutternya
terbelit diranting-ranting. Pasrah, sapu dan cutter menggantung begitu saja.
“ayo,
tanggung jawab!”teriak seseorang yang tak ku perduli siapa yang bicara. Aku
memanjat, berusaha meraih dahannya–namun kelewat jauh. Ku panjat dahan itu dan
krek..! ku toleh arah sumber suara. Oh, tidak! Dahan ini akan patah! Segera aku
mengungsi ke dahan yang lebih aman. Aku heran, padahal dahan ini besar–namanya
juga dahan, bukan ranting. Tapi..
Kreeeeekk..!!
dahan itu benar-benar patah dan gawat! Praaaaaanng..!! dahan mendarat persis di
kaca sebuah kelas dan memecahkannya. Terdengar berbagai jeritan. Panik! Aku
segera turun. Bukan, bukan hendak melarikan diri–jelas tidak mungkin karena
banyaknya sanksi mata. Tapi lebih baik ketahuan saat mengaku daripada
jelas-jelas tertangkap basah sedang berada dilokasi kejadian. Lebih baik yang
mana coba: ‘heh! Ngapain kamu disitu!’ atau ‘mengaku! Siapa yang melakukan
ini?’.
Tapi
sebelum sempat meraih dahan terendah, aku merasa ada percikan cahaya aneh
diwajahku. Namun yang aneh, kakiku lah yang sakit. Jeritan-jeritan itu
terdengar lagi. Kakiku mendarat tepat diatas tanah. Aku mendengar seseorang
berteriak “mampus kau!”. Namun ada lebih banyak terdengar bisikan-bisikan dan
menunjuk-tunjuk.
Ku
toleh, kabel putus! Astaga.. apa karena dahannya atau cutternya? Terdengar
sorak kemarahan dari suatu kelas di ujung : anak-anak keluar berhamburan dari
laboratorium komputer. Uh-oh..
Jeritan
lebih ramai lagi dan dalam beberapa detik teman-temanku lenyap ditelan bumi.
Awalnya kukira teman-temanku pengecut dan egois karena meninggalkanku sendiri,
namun ternyata yang mereka lakukan adalah upaya menyelamatkan nyawa dan anggota
tubuh mereka : gerombolan lebah.
Aku
tak tahu bagaimana bisa ada namun tak ada waktu untuk berpikir. Lari! Hal
spontan yang akan dilakukan semua orang. Yang dapat ku pikirkan hanya air, air!
Aku menabrak mobil yang sedang diparkir dan bunyi alarm mobil yang memekakkan
telinga–sama sekali tidak membantu.
Aku
tak perduli arah, yang kutahu aku harus berlari karena badanku sudah sakit di
beberapa tempat. Air ditemukan! Tapi.. itu kubangan bekas banjir tempat dimana
penjual kantin membuang berbagai jenis sisa makanan dan sampah. Tak perduli,
hantam! Aku langsung menceburkan diri kekubangan tersebut. Byuur…
“jadi, bagaimana?”
Tanya guru BK yang tak kutahu namanya, membuyarkan lamunanku.
“emm.. ap,apa?
Ba,bagaimana apanya?” tanyaku tergagap. Terkejut dengan pertanyaan yang
tiba-tiba.
“Pilih mana :
fifty-fifty, phone a friend atau ask the audience?”katanya menirukan Tantowi
Yahya di acara Want to be a Millionaire dengan sangat bagus.
Hah? Aku masih melamun
ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar